Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Belajar (Bel-a-jar) berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu atau berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Trus apa hubungannya dengan judul tulisan ini? ya begitulah, cekidot aja nanti ya mangkanya :D.
Tak salah jika ada yang beranggapan kalau sebaik baiknya guru adalah pengalaman, kenapa coba? ngga usah dijawab sekarang ya-jawaban tersirat aja-. Percaya
Sempet
Sepakat kan kalau manusia ngga bisa hidup sendiri ? nah ane coba ceritain sedikit aja dari sekian buaanyak makna kalimat itu, tentunya dengan bahasa informal hhe. Nyambung dari cerita pertemanan si tukang parfum dan pandai besi tadi, ane punya cerita mengenai seseorang yang bisa dibilang sosok yang sangat penting buat ane, semoga dia ngga tau (kalau sosoknya sedang dipublikasikan) atau jika dia baca semoga dia bisa tambah istiqamah dan terus bisa memotivasi ane dan teman temannya disana, aamin. Karena kesamaan kami berteman, karena saling peduli kami berteman dan karena iman kami berteman, kalimat itu yang tepat buat nggambarin sosok teman yang satu ini. Tak banyak bicara, mungkin salah satu pembawaannya.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam" (HR Bukhori Muslim).
Tulisan ini ane tulis bukan secara kebetulan sob, tapi karena kejadian kemarin malam itu yang mengingatkan ane ke sosok teman yang satu ini. Jadi kemarin itu alhamdulillah kami mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman IPB angkatan 48 dan 49 dapet undangan dari Departemen Kementrian Pertanian yang khusus menangani OPT gitu, nah singkat cerita beres tuh seminarnya dan kamipun pulang. Karena perjalanan Karawang-Bogor lumayan lama, jadilah kami sholat magribnya di jamak, nah dari sinilah ane mulai inget. Pas banget istirahat gitu -udah masuk waktu isya- ane keluar tuh buru buru nyari mushola -karena pas nanya kakak tingkat kami istirahat 20 menit- tapi sayang seribu sayang ternyata istirahatnya bentaran banget dan bis kami terpaksa berangkat terakhir karena nungguin ane dulu -jadilah pas sholat hape ngegeter mulu ditelponin-. Setelah salam ane diem dan keinget temen ane dulu, monggo di cekidot lagi !
Dulu waktu ane masih mondok ada seorang anak -yang udah ngga unyu unyu lagi pastinya :)- yang karena keistiqamahannya itu sampai sampai ketinggalan rombongan kunjungan ke balai pertanian. Garis bahwahi ya sob, jalan jalan adalah salah satu hal yang paling menyenangkan di mata kami pada waktu itu. Waktu itu kami berangkat pas banget waktu dhuha -sekitar jam 8-9 gitu- dan itu adalah waktu anak itu untuk menjaga amalannya, ya dia sedang sholat dhuha di masjid -disaat kami sibuk mundar mandir ke kamar buat siap siap berangkat-. Subhanallah, tak ada yang sadar sampai angkot yang kami naiki cukup jauh meninggalkan pondok. Trus apa yang buat ane keingetan dia pas waktu kemarin malam? ya, umur itu ngga ada yang tau sob, bisa aja setelah istirahat itu dan ada kejadian macem macem -naudzubillah-, one question "siap mengahadap Allah dengan kewajiban yang kamu tinggalkan ketika kamu bisa melaksanakannya?" (Semoga Allah selalu menjaga kita ya). Sempet mikir apa yang dilakukan temen ane dulu beda dengan ane yang emang bener bener kelewatan sholat wajib, dia bahkan tetep melakukan kesehariaan nyunahnya (baca:dhuha) karena satu hal "Ia jadikan shalatnya (Ibadah) sebagai kebutuhan, bukan sebagai penggugur kewajiban".
Ane dan banyak dari kita mungkin masih melakukan shalat dengan kriteria kedua ini sob, terpikir ironis sungguh sangat ironis.
Kita lewati kisah itu menuju kisah berikutnya yang tadi singkatnya udah ane ceritain di atas. Kenapa ane sempet kikuk gaul dikampus dulu waktu awal awal disini? Dulu ketika papasan -radius 2 meter aja- kami itu udah nunduk nunduk gadhul bashar (baca:jaga pandangan), walaupun agak iseng kadang kadang :). Sadar
Sebenarnya banyak yang ingin ane ceritakan mengenai sosok sahabat yang satu ini, namun karena mulai ngga fokus dan takut pada boring bacanya, so ane cukupin kisah ini dengan kisah terakhir "bagaimana dia menjaga dan menambah hafalannya?". Disaat temen temen yang lain bangga akan progress mereka yang sukses melebihi target 6 Juz -syarat lulus pondok, setelah hafal maka wajib diulang dan ditest, baru bisa dapet ijazah (peraturan)- tapi anak ini tak pernah mau bercerita sampai sejauh mana dia menghafal. Setiap kali kami coba bertanya maka akan dijawabnya dengan senyum penuh arti, heran sungguh heran betul membayangkannya. Sampai pada saat kami kelulusan dan pemberian hadiah bagi siswa yang telah berhasil hafal sekian juz -ane lupa- dia tetep kekeuh tak mau cerita sejujur jujurnya. Ini yang buat ane salut dan ngucap saik ke dia, baru ketika kami sama sama mencari tempat kuliah -ane kuliah duluan ketimbang dia- ane paham sepaham pahamnya ternyata disetiap kali dia bangun malem disetiap harinya dan setiap kali dia tidur lebih awal, ia tak pernah lupa dengan mushaf kecilnya, mungkin -subyektifnya ane- waktu luangnya digunakan untuk mengulang lalu menghafal, Catet ! bukan menghafal lalu mengulang. -kalau paham pasti ngerti :)-
2/3 Al Quran telah ada di dadanya ketika itu, banggaku tak pernah ia sebutkan itu kepada kami semua, tak sedikitpun tergiur dengan hadiah atau pujian. Ternyata dalam diamnya tersimpan banyak rahasia, sebuah rahasia kehidupan, sebuah rahasia keni'matan dan sebuah kisah persahabatan kami.
Selasa, 27 Agustus 2013
Pukul 17:30
At Masjid Al Hurriyah, Institut Pertanian Bogor
Serpihan Mimpi
Follow @andimnoor